BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tujuan pendidikan di SMP Negeri 2 Konawe
Selatan, termasuk pengembangan karakter, semestinya dapat dicapai melalui
pengembangan dan implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
mengacu pada standar
nasional pendidikan (SNP).
Di
dalam SNP telah secara
jelas dijabarkan standar kompetensi
lulusan dan materi yang harus disampaikan kepada peserta didik. Karakter juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari- hari. Yang menjadi
masalah
adalah bahwa
selama ini pengembangan dan
implementasi KTSP masih cenderung
terpusat pada pengembangan kemampuan intelektual.
Pada dasarnya telah dilakukan
sejak lama, antara lain melalui integrasi IMTAQ ke dalam pembelajaran, Pendidikan Budi Pekerti,
P4 (Pedoman Penghayatan, dan
Pengamalan Pancasila) dan
program-program lainnya. Namun demikian pendidikan karakter
di sekolah selama ini baru menyentuh
pada
tingkatan pengenalan
norma atau nilai-nilai,
dan
belum secara
optimal pada tingkatan
internalisasi dan tindakan nyata
dalam kehidupan sehari-hari.
Selama ini, pendidikan
informal terutama dalam lingkungan keluarga belum memberikan kontribusi berarti
dalam mendukung pencapaian kompetensi dan pembentukan karakter peserta didik.
Kesibukan dan aktivitas kerja orang tua yang relative tinggi, kurangnya
pemahaman orang tua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, pengaruh
pergaulan di lingkungan sekitar, dan pengaruh media elektronik ditengarai bisa
berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar peserta didik. Salah satu alternative untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah melalui pendidikan karakter secara terpadu di
sekolah. Dalam hal ini, waktu belajar peserta didik di sekolah perlu
dioptimalkan agar peningkatan mutu hasil belajar, terutama pembentukan karakter
peserta didik sesuai tujuan pendidikan dapat dicapai.
Sebagai upaya untuk
meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan
Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang,
dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan
operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan
jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses
psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinesthetic
development), Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development). Pengembangan
dan implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan dengan mengacu pada grand
design tersebut.
Menurut Mochtar
Buchori (2007), pendidikan
karakter seharusnya
membawa peserta didik
ke
pengenalan nilai secara kognitif,
penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan
nilai secara nyata. Pendidikan karakter yang selama ini ada di SMP
perlu segera dikaji,
dan dicari altenatif-alternatif solusinya,
serta perlu dikembangkannya secara
lebih operasional sehingga mudah diimplementasikan di sekolah.
Pendidikan karakter
pada dasarnya dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata
pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan
konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai
karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi,
dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
Kegiatan pembinaan
kesiswaan yang selama ini diselenggarakan SMPN 1 2 Konawe Selatan merupakan
salah satu media yang potensial untuk pendidikan karakter dan peningkatan mutu
akademik peserta didik. Kegiatan pembinaan kesiswaan merupakan kegiatan
pendidikan di luar mata pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang
secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang
berkemampuan dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan pembinaan kesiswaan
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta
potensi dan prestasi peserta didik.
Pendidikan karakter di
sekolah juga sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan
yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan
dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai.
Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan
kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan
komponen terkait lainnya. Dengan demikian, manajemen sekolah merupakan salah
satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah.
Pendidikan budaya dan
karakter bangsa kini menjadi sorotan penting. Untuk itulah Kemendiknas
menyelenggarakan Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa untuk memperoleh masukan dari para pemangku kepentingan seperti
akademisi, budayawan, tokoh agama, praktisi pendidikan dan guru. Agaknya
Mendiknas Mohammad Nuh paham betul masalah ini perlu mendapat perhatian khusus jajarannya. Belakangan, keluhan
masyarakat tentang menurunnya tata krama, etika dan kreativitas karena
melemahnya pendidikan budaya dan karakter bangsa memang bermunculan.
Banyak hal yang menjadi
pemicu mulai dari tayangan sinetron yang tidak bermutu, sikap tidak patut dan
perang mulut yang dipertontonkan para legislatif dan birokrat dilayar kaca
hingga faktor banyaknya guru yang sekedar mengajar.
Beberapa kebiasaan atau
budaya yang perlu ditumbuh kembangkan di antaranya adalah budaya apresiasif
konstruktif. Siapa pun yang dapat memberikan kontribusi positif di
lingkungannya perlu diberikan apresiasi. Kebiasaan memberikan apresiasi itu
akan membangun lingkungan untuk tumbuh suburnya orang berprestasi. Kalau
lingkungan sendiri tidak mendukung seseorang berprestasi maka nanti akan terus
menerus negatif.
SMPN 2 Konawe Selatan menyadari
betapa pentingnya karakter, dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan
intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan
formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang,
yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian
massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar
tertentu, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh
karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda
diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik
melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Agar peserta didik
memiliki karakter mulia sesuai norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya,
dan adat istiadat, maka perlu dilakukan pendidikan karakter
secara memadai.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah
penerapan pendidikan karakter secara terpadu dalam pembelajaran sekolah di SMP
Negeri 2 Konawe Selatan
2.
Bagaimanakah
penerapan pendidikan karakter secara terpadu melalui pembinaan kesiswaan di SMP
Negeri 2 Konawe Selatan
1.3
Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dapat
penulisan ini adalah :
1.
Menganalisis
bagaimanakah penerapan pendidikan karakter secara terpadu dalam pembelajaran
sekolah di SMP Negeri 2 Konawe Selatan
2.
Menganalisis
bagaimanakah penerapan pendidikan karakter secara terpadu melalui pembinaan
kesiswaan di SMP Negeri 2 Konawe Selatan
1.4
Manfaat
a.
Secara praktis
1.
Bagi peneliti,
dapat menambah pengetahuan tentang pelaksanaan pendidikan karakter dan dapat
menumbuhkembangkan bakat dan minat siswa tetapi tidak meninggalkan nilai luhur
karakter, serta dapat mendapatkan wawasan dan pengalaman dalam menerapkan
pendidikan yang berbasis prilaku.
2.
Bagi guru,
melalui PBM agar mampu meningkatkan mutu penyelenggaraan mutu pendidikan dan
hasil pendidikan disekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter
dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan sesuai dengan standar
kompetensi lulusan.
3.
Tingkat sekolah,
mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yakni nilai-nilai yang dilandasi
prilaku, tradisi, kebiasaan keseharian dan symbol-simbol yang dipraktikan oleh
semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah.
b.
Secara teoritis
Secara teoritik
hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam
bidang pendidikan khususnya tentang implementasi pendidikan karakter disekolah
dalam upaya untuk meningkatkan mutu proses pembelajaran yang ada pada akhirnya
dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan
makna yang sama dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya
adalah membentuk pribadi
anak,
supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga
masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau
bangsa, secara umum adalah nilai-nilai
sosial tertentu, yang
banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter
dalam konteks pendidikan di
Indonesia adalah
pedidikan nilai,
yakni pendidikan nilai-nilai luhur
yang bersumber dari budaya
bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat
tentang
pentingnya upaya peningkatan pendidikan karakter pada jalur
pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan
pendapat
di antara mereka tentang pendekatan dan
modus pendidikannya.
Berhubungan dengan
pendekatan, sebagian pakar
menyarankan
penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat,
seperti: pendekatan perkembangan moral
kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian
yang lain menyarankan penggunaan pendekatan
tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010),
secara
psikologis
dan sosial kultural pembentukan
karakter dalam
diri individu merupakan fungsi
dari
seluruh potensi individu manusia
(kognitif, afektif, konatif,
dan psikomotorik) dalam konteks
interaksi sosial
kultural (dalam
keluarga, sekolah, dan
masyarakat) dan
berlangsung sepanjang
hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses
psikologis dan sosial-kultural
tersebut
dapat
dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development), Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik
(Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang secara diagramatik
dapat
digambarkan sebagai berikut.
Para pakar
telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan karakter. Menurut Hersh,
et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang
banyak digunakan; yaitu pendekatan pengembangan rasional, pendekatan
pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral
kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut,
Elias (1989) mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga,
yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku.
Klasifikasi didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan
kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat
ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta
didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.
2.2
Nilai-nilai Pendidikan Karakter Di SMP
Berdasarkan kajian nilai-nilai
agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip
HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai karakter yang dikelompokkan menjadi
lima, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan (1) Tuhan
Yang Maha Esa, (2) diri sendiri, (3) sesama manusia, dan (4) lingkungan, serta
(5) kebangsaan. Namun demikian, penanaman kedelapanpuluh nilai tersebut
merupakan hal yang sangat sulit. Oleh karena itu, pada tingkat SMP dipilih 20
nilai karakter utama yang disarikan dari butir-butir SKL SMP (Permen Diknas nomor
23 tahun 2006) dan SK/KD (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006). Berikut adalah
daftar 20 nilai utama yang dimaksud dan diskripsi ringkasnya.
1.
Nilai karakter
dalam hubungannya dengan Tuhan (Religius) Pikiran, perkataan, dan tindakan
seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan/atau
ajaran agamanya.
2.
Nilai karakter
dalam hubungannya dengan diri sendiri
a.
Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri
dan pihak lain
b.
Bertanggung
jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara
dan Tuhan YME.
c.
Bergaya hidup
sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan
yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang
dapat mengganggu kesehatan.
d.
Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e.
Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan)
dengan sebaik-baiknya.
f.
Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri
terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.
g.
Berjiwa
wirausaha
Sikap dan perilaku yang mandiri dan
pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru,
menyusun operasi untuk pengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
h.
Berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara
kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir
dari apa yang telah dimiliki.
i.
Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
j.
Ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya
untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
k.
Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
pengetahuan.
3.
Nilai karakter
dalam hubungannya dengan sesame
a.
Sadar akan hak
dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang
menjadi milik/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri
sendiri serta orang lain.
b.
Patuh pada
aturan-aturan social
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan
=berkenaan dengan masyarakat dan kepentingan umum.
c.
Menghargai karya
dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan
menghormati keberhasilan orang lain.
d.
Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata
perilakunya ke semua orang.
e.
Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
4.
Nilai karakter
dalam hubungannya dengan lingkungan
Sikap dan tindakan yang
selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan.
5.
Nilai kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri
dan kelompoknya.
a.
Nasionalis
Cara berfikir,
bersikap dan berbuat
yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
b.
Menghargai keberagaman
Sikap memberikan
respek/hormat terhadap berbagai macam
hal
baik yang berbentuk fisik,
sifat, adat,
budaya, suku, dan agama.
2.3
Tahapan Pengembangan Karakter
Pengembangan atau
pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah
dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan
karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong
lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter
yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan
melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga
berperan membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.
Karakter dikembangkan
melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan
(habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki
pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya,
jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut.
Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian
diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan
tentang moral),
moral feeling
atau perasaan (penguatan emosi) tentang moral,
dan
moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan
agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat
dalam sistem
pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-
nilai
kebajikan (moral).
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah
kognitif adalah
kesadaran moral (moral awareness),
pengetahuan
tentang
nilai-nilai moral
(knowing
moral values), penentuan sudut pandang (perspective
taking), logika
moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision
making), dan pengenalan diri (self knowledge). Moral feeling
merupakan penguatan aspek emosi
peserta didik untuk
menjadi manusia
berkarakter. Penguatan ini berkaitan
dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik,
yaitu
kesadaran akan
jati
diri (conscience), percaya
diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving
the
good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral action
merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter
lainnya.
Untuk memahami apa
yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi
(competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan antara
komponen-komponen
karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan
atau
bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara
pengetahuan nilai-nilai
perilaku
dengan sikap atau emosi
yang
kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta
dunia internasional.
Kebiasaan berbuat baik
tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar
menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja
perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan
karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketikan seseorang berbuat
jujur hal itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan karena
keinginannya yang tulus untuk mengharagi nilai kejujuran itu sendiri. Oleh
karena itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domain
affection atau emosi). Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut dengan “desiring
the good” atau keinginan untuk berbuat kebaikan. Pendidikan karakter yang baik
dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” (moral
knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral
feeling), dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu semua manusia akan
sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham. Dengan demikian jelas
bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni mengembangkan moral knowing,
kemudian moral feeling, dan moral action. Dengan kata lain, makin lengkap
komponen moral dimiliki manusia, maka akan makin membentuk karakter yang baik
atau unggul/tangguh.
Pengembangan karakter
sementara ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan,
atau pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung pada pengenalan
nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sampai ke penghayatan nilai secara afektif.
Menurut Mochtar Buchori (2007), pengembangan
karakter seharusnya membawa anak ke
pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, akhirnya ke
pengamalan nilai secara nyata. Untuk sampai ke praksis, ada satu peristiwa
batin yang amat penting yang harus terjadi dalam diri anak, yaitu munculnya
keinginan yang sangat kuat (tekad) untuk mengamalkan nilai. Peristiwa ini
disebut Conatio, dan langkah untuk membimbing anak membulatkan tekad ini
disebut langkah konatif.
Pendidikan karakter
mestinya mengikuti langkah-langkah yang sistematis,
dimulai dari pengenalan nilai secara kognitif, langkah memahami dan menghayati
nilai secara afektif, dan langkah pembentukan tekad secara konatif. Ki Hajar
Dewantoro menterjemahkannya dengan kata-kata cipta, rasa, karsa.
2.4
Prinsip-Prinsip Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter harus didasarkan pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter
2. Mengidentifikasi karakter
secara
komprehensif supaya
mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku
3. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif
untuk membangun karakter
4. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian
5. Memberi kesempatan kpeada peserta didik untuk menunjukkan perilaku
yang baik
6. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna
dan menantang
yang menghargai semua
peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu
mereka untuk
sukses
7. Mengusahakan
tumbuhnya motivasi diri pada
para peserta didik
8.
Memfungsikan
seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral
yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan
karakter dan
setia pada nilai dasar yang sama
9. Adanya pembagian kepemimpinan moral
dan
dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan
karakter
10. Memfungsikan
keluarga dan
anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha
membangun karakter
11. Mengevaluasi karakter
sekolah, fungsi
staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter posisitf
dalam
kehidupan peserta didik.
2.5
Pendidikan
Karakter Secara Terpadu di SMP
Pendidikan karakter secara terpadu di
SMP dilaksanakan melalui proses pembelajaran, manajamen sekolah, dan kegiatan pembinaan kesiswaan.
1.
Pendidikan karakter secara terpadu dalam
pembelajaran
Pendidikan karakter secara terpadu di
dalam pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya
kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke
dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik
yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya
kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai
kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Dalam struktur kurikulum SMP, pada
dasarnya setiap mata pelajaran memuat materi-materi yang berkaitan dengan
karakter. Secara subtantif, setidaknya terdapat dua mata pelajaran yang terkait
langsung dengan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia, yaitu pendidikan
Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kedua mata pelajaran tersebut
merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan
nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan
menginternalisasi nilai- nilai. Integrasi pendidikan karakter pada mata-mata
pelajaran di SMP mengarah pada internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku
sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian.
2. Pendidikan
karakter secara terpadu melalui manajemen sekolah
Menurut H. Koontz & O‟Donnel (Aldag,
1987), manajemen berhubungan dengan pencapaian suatu tujuan yang
dilakukan melalui dan dengan orang lain. Hampir senada dengan pendapat tersebut,
Siregar (1987) menyatakan bahwa manajemen adalah proses yang membeda-bedakan
atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan pengendalian,
dengan memanfaatkan ilmu dan seni, agar tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai. Manajemen juga didefinisikan sebagai sekumpulan orang yang memiliki
tujuan bersama dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam manajemen terkandung pengertian
pemanfaatan sumberdaya untuk tercapainya tujuan. Sumberdaya adalah unsur-unsur
dalam manajemen, yaitu manusia (man), bahan (materials), mesin/peralatan
(machines), metode/cara kerja (methods), modal uang (money), informasi (information).
Sumberdaya bersifat terbatas, sehingga tugas manajer adalah mengelola keterbatasan
sumber daya secara efisien dan efektif agar tujuan tercapai.
Proses manajemen adalah proses yang
berlangsung terus menerus, dimulai dari: membuat perencanaan dan pembuatan keputusan
(planning); mengorganisasikan sumberdaya
yang dimiliki (organizing); menerapkan
kepemimpinan untuk menggerakkan sumberdaya (actuating); melaksanakan pengendalian
(controlling). Proses di atas sering disebut dengan pendekatan Barat dengan konsep
POAC (Planning-Organizing-Actuating-Controlling), berbeda dengan pendekatan
Jepang yang dikenal dengan pendekatan PDCA (Plan-Do-Check-Action).
Dalam konteks
dunia pendidikan, yang dimaksudkan dengan manajemen pendidikan/sekolah adalah suatu proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pendidikan dalam upaya untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan itu sendiri.
Berdasarkan pada uraian sebelumnya,
keterkaitan antara nilai-nilai perilaku dalam komponen-komponen moral karakter
(knowing, feeling, dan action) terhadap Tuhan YME, diri sendiri, sesama, lingkungan,
kebangsaan, dan keinternasionalan membentuk suatu karakter manusia yang unggul (baik).
Penyelenggaraan pendidikan karakter memerlukan pengelolaan yang memadai. Pengelolaan
yang dimaksudkan adalah bagaimana pembentukan karakter dalam pendidikan direncanakan,
dilaksanakan, dan dikendalikan secara memadai.
Sebagai suatu sistem pendidikan,
maka dalam pendidikan karakter juga terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang selanjutnya
akan dikelola melalui bidang-bidang perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian.
Unsur-unsur pendidikan karakter yang akan direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan
tersebut antara lain meliputi: (a) nilai-nilai karakter kompetensi lulusan, (b)
muatan kurikulum nilai-nilai karakter, (c) nilai-nilai karakter dalam pembelajaran,
(d) nilai-nilai karakter pendidik dan tenaga kependidikan, dan (e) nilai-nilai
karakter pembinaan kepesertadidikan.
Beberapa contoh bentuk
kegiatan pendidikan karakter yang terpadu dengan manajemen sekolah antara lain:
(a) pelanggaran tata tertib yang berimplikasi pada pengurangan nilai dan hukuman/pembinaan,
(b) penyediaan tempat- tempat pembuangan sampah, (c) penyelenggaraan kantin
kejujuran, (d) penyediaan kotak saran, (d) penyediaan sarana ibadah dan
pelaksanaan ibadah, misalnya: shalat dhuhur berjamaah, (e) Salim-taklim (jabat
tangan) setiap pagi saat siswa memasuki
gerbang sekolah, (f) pengelolaan & kebersihan ruang kelas oleh siswa, dan
bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
3. Pendidikan karakter secara terpadu melalui kegiatan
pembinaan kesiswaan
Kegiatan pembinaan
kesiswaan adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan
konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus
diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan
dan berkewenangan di sekolah.
Visi kegiatan pembinaan
kesiswaan adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta
tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Misi kegiatan pembinaan kesiswaan adalah (1) menyediakan sejumlah kegiatan yang
dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan
yang memberikan kesempatan peserta didik mengeskpresikan diri secara bebas
melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
Fungsi Kegiatan
pembinaan kesiswaan meliputi:
a. Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan pembinaan kesiswaan untuk mengembangkan
kemampuan dan kreativitas peserta didik
sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.
b. Sosial, yaitu fungsi kegiatan pembinaan kesiswaan
untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.
c. Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan pembinaan kesiswaan
untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta
didik yang menunjang proses perkembangan.
d. Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan pembinaan kesiswaan untuk mengembangkan
kesiapan karir peserta didik.
Selanjutnya fungsi Kegiatan pembinaan kesiswaan
meliputi:
a. Individual, yaitu prinsip kegiatan pembinaan
kesiswaan yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik
masing-masing.
b. Pilihan, yaitu prinsip kegiatan pembinaan kesiswaan
yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik.
c. Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan pembinaan
kesiswaan yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.
d. Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan pembinaan kesiswaan dalam suasana yang
disukai dan mengembirakan peserta didik.
e. Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan pembinaan
kesiswaan yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan
berhasil.
f. Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan pembinaan
kesiswaan yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.
2.6
Penyelenggaraan Pendidikan Karakter
Penyelenggaraan
pendidikan karakter di SMP dilakukan secara terpadu melalui 3 (tiga) jalur,
yaitu: Pembelajaran, Manajemen Sekolah, dan Kegiatan pembinaan kesiswaan.
Langkah pendidikan karakter meliputi: Perancangan, Implementasi, Evaluasi, dan
Tindak lanjut.
A. Perancangan
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam
tahap penyusunan rancangan antara lain:
1.
Mengidentifikasi
jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan karakter,
yaitu nilai-nilai/perilaku yang perlu dikuasai, dan direalisasikan peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program pendidikan karakter
peserta didik direalisasikan dalam tiga kelompok kegiatan, yaitu (a) terpadu
dengan pembelajaran pada mata pelajaran; (b) terpadu dengan manajemen sekolah;
dan (c) terpadu melalui kegiatan pembinaan kesiswaan.
2.
Mengembangkan
materi pendidikan karakter untuk setiap jenis kegiatan di sekolah
3.
Mengembangkan
rancangan pelaksanaan setiap kegiatan di sekolah (tujuan, materi, fasilitas,
jadwal, pengajar/fasilitator, pendekatan pelaksanaan, evaluasi)
4.
Menyiapkan
fasilitas pendukung pelaksanaan program pendidikan karakter di sekolah
Perencanaan kegiatan program pendidikan
karakter di sekolah mengacu pada jenis-jenis kegiatan, yang setidaknya memuat
unsur-unsur: Tujuan, Sasaran kegiatan, Substansi kegiatan, Pelaksana kegiatan dan
pihak-pihak yang terkait, Mekanisme Pelaksanaan, Keorganisasian, Waktu dan Tempat, serta fasilitas pendukung.
B.
Implementasi
1. Pembentukan
karakter
yang terpadu dengan pembelajaran pada semua mata pelajaran
Berbagai hal yang terkait dengan karakter (nilai-nilai, norma, iman
dan ketaqwaan,
dll) diimplementasikan
dalam
pembelajaran mata pelajaran-mata pelajaran yang terkait, seperti Agama,
PKn, IPS, IPA, Penjas
Orkes, dan
lain-
lainnya. Hal ini dimulai dengan pengenalan nilai secara
kognitif, penghayatan nilai
secara
afektif, akhirnya ke
pengamalan nilai secara nyata oleh peserta didik dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Pembentukan Karakter yang terpadu dengan manajemen sekolah
Berbagai hal yang terkait dengan karakter (nilai-nilai, norma, iman
dan
ketaqwaan,
dll) diimplementasikan dalam aktivitas manajemen sekolah,
seperti pengelolaan:
siswa, regulasi/peraturan
sekolah, sumber
daya manusia, sarana
dan
prasarana,
keuangan, perpustakaan, pembelajaran,
penilaian, dan informasi, serta pengelolaan lainnya.
3. Pembentukan
karakter
yang terpadu dengan Kegiatan pembinaan
kesiswaan
Beberapa kegiatan pembinaan kesiswaan yang memuat pembentukan karakter antara lain:
a. Olah raga (sepak bola, bola voli, bulu tangkis,
tenis meja, dll),
b. Keagamaan (baca tulis Al Qur‟an, kajian hadis, ibadah, dll),
c. Seni Budaya
(menari, menyanyi, melukis, teater),
d. KIR,
e. Kepramukaan,
f. Latihan Dasar Kepemimpinan Peserta didik
(LDKS), g. Palang Merah Remaja (PMR),
g. Pasukan Pengibar Bendera Pusaka
(PASKIBRAKA),
h. Pameran, Lokakarya,
i.
Kesehatan, dan lain-lainnya.
C. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring
merupakan serangkaian kegiatan untuk memantau proses
pelaksanaan
program pembinaan pendidikan
karakter. Fokus kegiatan monitoring
adalah pada kesesuaian proses
pelaksanaan program
pendidikan karakter berdasarkan tahapan atau prosedur yang telah ditetapkan. Evaluasi cenderung untuk mengetahui sejauhmana efektivitas program pendidikan karakter
berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hasil monitoring
digunakan sebagai
umpan balik untuk
menyempurnakan
proses pelaksanaan
program pendidikan
karakter.
Monitoring
dan Evaluasi secara umum bertujuan untuk
mengembangkan
dan meningkatkan kualitas program
pembinaan pendidikan
karakter sesuai dengan
perencanaan
yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut
secara rinci tujuan monitoring
dan
evaluasi
pembentukan
karakter adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung
keterlaksanaan program pendidikan
karakter di sekolah.
2. Memperoleh gambaran mutu pendidikan karakter di sekolah secara umum.
3. Melihat kendala-kendala yang
terjadi dalam pelaksanaan program
dan
mengidentifikasi masalah yang ada, dan
selanjutnya mencari
solusi yang komprehensif agar program
pendidikan karakter dapat tercapai.
4. Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan untuk menyusun
rekomendasi terkait perbaikan
pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan.
5. KIR,
6. Kepramukaan
7. Latihan Dasar Kepemimpinan Peserta didik
(LDKS), g. Palang Merah Remaja (PMR),
8. Pasukan Pengibar Bendera Pusaka
(PASKIBRAKA)
9. Pameran, Lokakarya,
10. Kesehatan, dan lain-lainnya.
D.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring
merupakan serangkaian kegiatan untuk memantau proses
pelaksanaan
program pembinaan pendidikan
karakter. Fokus kegiatan monitoring
adalah pada kesesuaian proses
pelaksanaan program
pendidikan karakter berdasarkan tahapan atau prosedur yang telah ditetapkan. Evaluasi cenderung untuk mengetahui sejauhmana efektivitas program pendidikan karakter
berdasarkan pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Hasil monitoring
digunakan sebagai umpan balik untuk
menyempurnakan
proses pelaksanaan
program pendidikan karakter.
Monitoring
dan Evaluasi secara umum bertujuan untuk
mengembangkan
dan meningkatkan kualitas program
pembinaan pendidikan
karakter sesuai dengan
perencanaan
yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut
secara rinci tujuan monitoring
dan
evaluasi
pembentukan
karakter adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan dan pembimbingan secara langsung
keterlaksanaan program pendidikan
karakter di sekolah.
2. Memperoleh gambaran mutu pendidikan karakter di sekolah secara umum.
3. Melihat kendala-kendala yang
terjadi dalam pelaksanaan program
dan
mengidentifikasi masalah yang ada, dan
selanjutnya mencari
solusi yang komprehensif agar program
pendidikan karakter dapat tercapai.
4. Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan di lapangan untuk menyusun
rekomendasi terkait perbaikan
pelaksanaan program pendidikan karakter ke depan.
2.7
Kerangka Pikir
Integrasi pendidikan karakter
di dalam proses pembelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Di antara
prinsip-prinsip yang dapat diadopsi dalam membuat perencanaan pembelajaran
(merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian dalam silabus, RPP, dan bahan
ajar), melaksanakan proses pembelajaran, dan evaluasi adalah prinsip-prinsip
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang selama ini telah
diperkenalkan kepada guru, termasuk guru-guru SMP seluruh Indonesia sejak 2002.
Berikut diuraikan prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual dan pelaksanaan pembelajaran
dengan integrasi pendidikan karakter pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
Yang dimaksud dengan
pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah
pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya
nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta
didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam
maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan
peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang
dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai dan menjadikannya perilaku.
Dalam struktur
kurikulum kita, ada dua mata pelajaran yang terkait langsung dengan pengembanngan
budi pekerti dan akhlak mulia, yaitu pendidikan Agama dan PKn. Kedua mata
pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit)
mengenalkan nilai-nilai, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik
peduli dan menginternalisasi nilai-nilai. Pada panduan ini, integrasi
pendidikan karakter pada mata-mata pelajaran selain pendidikan Agama dan PKn
yang dimaksud lebih pada fasilitasi internalisasi nilai-nilai di dalam tingkah laku
sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian. Pengenalan nilai-nilai sebagai pengetahuan
melalui bahan-bahan ajar dapat dilakukan, tetapi bukan merupakan penekanan. Yang ditekankan atau diutamakan
adalah penginternalisasian nilai-nilai melalui kegiatan-kegiatan di dalam proses pembelajaran.
Sedangkan kegiatan pembinaan kesiswaan merupakan kegiatan
pendidikan yang dilakukan di luar jam pelajaran tatap muka. Kegiatan tersebut
dilaksanakan di dalam dan/atau di luar lingkungan sekolah dalam rangka
memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi
nilai-nilai atau aturan-aturan agama serta norma-norma sosial baik lokal,
nasional, maupun global untuk membentuk insan yang seutuhnya. Dengan kata lain,
kegiatan pembinaan kesiswaan merupakan kegiatan pendidikan di luar jam pelajaran
yang ditujukan untuk membantu perkembangan
peserta didik, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka
melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau
tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah.
Dalam memantapkan kepribadian peserta didik guna mewujudkan nilai-nilai karakter sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional, maka pendidikan karakter melalui kegiatan
pembinaan kesiswaan diupayakan antara lain dalam bentuk kegiatan: (1) Pembinaan
keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Masa Orientasi Siswa
(MOS); (3) Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS); (4) Penegakan Tatakrama dan
Tata Tertib Kehidupan Akademik dan Sosial Sekolah; (5) Kepramukaan; (6) Upacara
Bendera; (7) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS); (8) Palang Merah Remaja (PMR); (9)
Pendidikan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba; (10) Pembinaan Bakat dan Minat.
Kegiatan pembinaan
kesiswaan merupakan bagian dari proses pendidikan karakter di sekolah dan
peningkatan mutu pendidikan. Kegiatan pembinaan kesiswaan dirancang dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah yang memperkuat penguasaan kompetensi dan memperkaya
pengalaman belajar peserta didik dengan tetap membentuk nilai-nilai yang sesuai
dengan karakter bangsa.
Dengan demikian,
pembinaan kesiswaan di SMP perlu didukung oleh sumber daya yang relevan dengan
situasi dan kondisi sekolah serta perkembangan peserta didik. Artinya,
pembinaan kesiswaan dalam rangka membentuk karakter akan sangat bergantung
kepada faktor- faktor seperti: (a) pemahaman pendidik terhadap kondisi obyektif
peserta didik; (b) tingkat penguasaan kompetensi pendidik; (c) tujuan yang akan
dicapai; (d) proses pelaksanaan yang direncanakan; (e) materi kegiatan yang dikembangkan;
dan (f) dukungan kelembagaan sekolah, baik berupa tenaga, dana, maupun
sarana/prasarana pembinaan karakter.